SENTANI, lpplrku.jayapurakab.go.id – Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (DPMK) Kabupaten Jayapura, Elisa Yarusabra menyatakan, besaran Alokasi Dana Desa (ADD) untuk Kabupaten Jayapura di tahun 2022 mengalami sedikit penurunan.
Penurunan hingga sekitar Rp. 16 miliar. Jika dibandingkan di tahun 2021 dana desa yang dikucurkan Pemerintah Pusat sebesar Rp. 134 miliar, menjadi Rp 118 miliar di 2022.
“Setelah kami konfirmasi ke pusat, ini mengalami penurunan secara nasional. Ada sekian triliun ADD yang turun,” ujar Elisa Yarusabra, Kamis (20/1/2022) ketika dikonfirmasi di ruang kerjanya.
“Kalau untuk dana desa (ADD) tahun ini, saya tidak bisa katakan turun. Karena memang sekarang kondisi bangsa seperti ini, kalau bilang turun itu tidak ada ukuran juga kita bilang mau turun dan naik. Tapi, ini mengalami sebuah penurunan sedikit dari tahun lalu. Karena bahasa turun ini tidak enak lah didengar begitu. Kalau orang dengar dana kampung atau desa itu turun, pikiran mereka langsung drop. Jadi saya tidak bisa katakan ada pengurangan, saya katakan saja beberapa program tidak bisa di laksanakan karena ada sedikit penurunan,” tambahnya.
Lanjut katanya, kini perhitungan dan penetapan untuk ADD bukan lagi dilakukan oleh daerah, melainkan ditentukan langsung oleh Kemenkeu berdasarkan Permenkeu Nomor 190 tahun 2021 tentang pengelolaan dana desa (DD) tahun 2022, di dalamnya diatur plafon tiap-tiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Berbeda dengan tahun sebelumnya, Pemerintah Daerah melalui DPMK yang melakukan penghitungan dengan kriteria sistem perhitungan yang ditetapkan oleh Kemenkeu.
Penghitungannya dilihat dari jumlah penduduk, jangkauan wilayah. Namun untuk lokasi dasar rata-rata sama yaitu Rp. 600 juta, sedangkan alokasi afirmasi khusus untuk kampung lokal, alokasi kinerja dan juga berdasarkan tingkat perkembangan desa atau kampung.
“Penurunannya itu dari 134 miliar rupiah, kita sekarang tinggal 118 miliar rupiah. Jadi sekitar 16 miliar pengurangan anggaran desa tersebut. Itulah anggaran kampung kita untuk tahun ini. Kita tidak berharap anggaran kampung ini naik terus, masyarakat yang harus mampu mengelola anggaran yang sudah ada. Sehingga tidak bergantung dengan anggaran desa untuk terus dinaikkan. Kalau ada kampung yang mengeluh soal anggaran dana desa yang turun ini, berarti kampung ini belum siap untuk menjadi kampung mandiri.
Kampung ini mempunyai tahapan, kata Elisa, dari proses awal itu suatu kampung ini harus menjadi kampung mandiri. Jika dahulu itu ada disebut desa swadaya, desa mandiri hingga desa swakelola.
“Nah, sekarang ini kan kita sedang menuju desa atau kampung mandiri. Jadi kalau menuju desa mandiri, jika mengalami pengurangan atau penurunan maka desa ini sudah mampu mengelola dana yang sudah ada ini maupun sumberdaya yang ada di kampung tersebut, sehingga tidak menunggu lagi dari pusat. Kalau kita tinggal bergantung terus sama pusat, maka kita akan terombang-ambing terus ketika ada perubahan regulasi dari pusat,” tukasnya.