SENTANI, lpplrku.jayapurakab.go.id – Tulang belulang dan peralatan perang tentara Jepang yang tewas pada Perang Dunia II masih di simpan oleh masyarakat di Kampung Kuase, Distrik Nimboran, Kabupaten Jayapura.
Salah satu peninggalan bersejarah di kampung itu adalah Tugu Jepang yang dibangun untuk memperingati ribuan tentara Jepang yang tewas pada waktu itu.
Demikian disampaikan Bamuskam Kampung Kause, Yance Wambukomo kepada Penjabat Bupati Jayapura, Triwarno dalam kunjungan wisata ‘Pulkam’ di lokasi Tugu Jepang, Minggu (31/7/2023).
Yance menyatakan banyak orang Jepang yang datang berkunjung dan membawa pulang tulang belulang dari leluhurnya yang gugur pada Perang Dunia ke II tersebut.
“Banyak tulang belulang yang dikumpul, peralatan perang mereka juga kita kumpul.
Mereka punya alat untuk langsung memeriksa dari tulang dengan orang yang meninggal untuk memeriksa kenangan dan leluhur,” jelasnya.
Yance menjelaskan bukan hanya tulang belulang yang di kumpulkan dari Nimboran, tetapi juga Kabupaten Sarmi dan Byak.
“Tempat ini yang di pilih karena banyak pengorbanan di kampung ini, tulang belulang dari sini dahulu, orang tua kami dahulu bawa dan kumpul tulang baik dari Sarmi mereka kirim ke sini juga,” ujarnya.
Menurutnya, situs bersejarah itu harus dijaga.
Sehingga perlu adanya sebuah rumah yang dibangun untuk menaruh sisa tulang belulang, sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan terutama orang Jepang.
“Agar mereka jangan bawa pulang, tapi kalau bisa di sini saja, jadi kalau mereka mau bisa kunjungi di sini. Supaya menjadi satu objek wisata yang bersifat tetap,” jelasnya.
Tokoh masyarakat Genyem, Bram Hamok Kwarong menyatakan Kampung Kause memang pernah di canangkan oleh mantan Bupati yakni di masa pemerintahan Habel Melkias Suae (HMS) dan Mathius Awoitauw namun hingga sekarang belum terealisasi.
“Tugu Jepang tersebut merupakan salah satu rentetan peristiwa yang terjadi pada Perang Dunia II, selain di Biak, Sarmi, dan Jayapura salah satunya di Nimboran ,” ucapnya.
Tugu ini dijadikan sebagai induk tulang belulang Jepang, karena banyaknya tulang pada waktu itu semua kampung sepakat untuk membawa tulang belulang, lalu simpan di sini.
“Mereka bilang tulang belulang itu dikumpul di sini agar suatu saat, anak dan cucu atau pemerintah Jepang yang jadi korban ini mereka akan kembali dan mengenang,” jelasnya.
Hanya saja dari pemerintah daerah sendiri, Kabupaten Jayapura, kurang serius memperhatikan.
“Di sisi lain ada anggapan bahwa tugu tersebut ada di halaman rumah keluarga Martinus Buaim karena itu menjadi milik mereka. Padahal ini adalah salah satu destinasi wisata yang dapat dikunjungi oleh siapa saja.
Bram pada kesempatan tersebut juga meminta pemerintah untuk menindaklanjuti kampungnya sebagai kampung wisata dan menjadi tempat studi baik mahasiswa dalam maupun luar negeri.
“Tugu tersebut sudah berdiri selama 40 tahun dan hampir sebagian pembangunan tugu ini lebih banyak dikerjakan oleh pemerintah Jepang yang mengirim donatur dari Jepang,” ucapnya.
Bram juga menyampaikan agar Kampung Kuase menjadi kampung wisata didukung dengan satu buah rumah kesenian dengan melihat kondisi masyarakat yang punya ketrampilan ukir kayu, tifa, dan menganyam noken.