SENTANI, lpplrku.jayapurakab.go.id – Dokter hewan berwenang Kabupaten Jayapura, drh. Adorsina Wompere meluruskan informasi yang menyebutkan kematian babi di beberapa tempat, itu bukan disebabkan virus ASF (African Swine Fever). Diagnosa sementara disebabkan penyakit streptococcosis.
Dari pemeriksaan yang kami lakukan, kematian babi di beberapa tempat itu, bukan mati dalam 1 hari babi mati semua. Yang benar adalah babi yang sebelumnya, yakni awal bulan Januari ada babi yang mati terus mati lagi dan itu tidak dalam jangka waktu 1 minggu babi mati semua.
Babi yang mati itu rata-rata yang tidak dikandangkan (lepas) dan disebabkan oleh penyakit streptococcosis, hal itu disampaikan drh. Adorsina Wompere saat diwawancara di Sentani, Rabu, 13/03/2024.
Adorsina Wompere menjelaskan, babi yang diagnosa streptococcosis bisa sembuh asal diobati apalagi babi yang mati itu merupakan babi liar sedangkan babi yang dikandangkan semuanya aman.
“Karena kami sudah turun sementara diagnosanya streptococcosis yang disebabkan oleh bakteri atau kuman,” ungkapnya.
Untuk gejala yang bisa dilihat, dia membeberkan, babi mencret sebelumnya kemudian mati. Itu muncul kalau pergantian musim hujan ke musim panas sehingga kumannya muncul.
“Kalau babi terkena virus ASF bisa dilihat ketika 1 babi mati semua akan ikut mati, tetapi di sini tidak ada ditemukan kasus besar kematian babi seperti itu di Kota Sentani dan sekitarnya,” bebernya.
Ia mengungkapkan, telah mengambil sampel kematian babi di beberapa tempat, salah satunya di Kampung harapan dan dideteksi kematian disebabkan bakteri bukan disebabkan virus ASF.
“Soal tips agar terhindar kematian babi, dia menjelaskan, pertama kandang dibersihkan kemudian disemprot disinfektan, makanan sisa yang diambil harus dimasak dengan baik, babi harus divaksin setidaknya yang telah berumur 1 bulan,” jelasnya.