SENTANI, lpplrku.jayapurakab.go.id – Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) Pokja Agama, Dorince Mehue menggelar Masa Reses III Masa Sidang III MRP, Kamis (30/9/2021) malam di Suni Garden Lake Hotel and Resort Hawaii, Kota Sentani, Kabupaten Jayapura, sambil meluncurkan buku hasil karyanya bersama Dwi Urip Pramono, “Inilah Sekelumit Papua”.
Kegiatan peluncuran buku itu juga dihadiri Deputi V KSP RI Jaleswari Pramodhawardani, Stafsus KSP RI Laus Rumayomi, sejumlah organisasi keagamaan, organisasi wanita, akademisi, tokoh adat dan tokoh perempuan.
Seusai peluncuran buku, dilakukan bedah buku dan tanya jawab antara para penulis dan tamu undangan.
Sang penulis buku “Inilah Sekelumit Papua”, Dorince Mehue ketika menjawab pertanyaan wartawan media online ini mengatakan, buku tersebut terinspirasi dari hasil kunjungan kerja dan semua persoalan, fenomena serta dinamika yang terjadi di Tanah Papua.
“Sehingga saya juga berusaha untuk bagaimana bisa menceritakan dan menyampaikan kepada semua orang, bahwa Papua sebenarnya tanah yang luar biasa dan Papua memang banyak sekali fenomena maupun dinamika. Tetapi, Papua adalah tanah di mana Tuhan tempatkan kami orang Papua dan semua orang bisa hidup berdampingan,” ungkapnya.
Lanjut Dorince Mehue menyampaikan, bahwa buku ini ia tulis dengan dasar inspirasi hasil kunjungan kerja selama melakukan masa reses sebagai Anggota MRP Pokja Agama.
“Buku ini berisi sembilan bab yakni, perjalanan menjadi Papua, menepis stereotypical dan anggapan ketertutupan, suku-suku dan wilayah adat Papua, tiga dimensi Otonomi Khusus Papua, Perempuan Papua di antara kerentanan dan ketangguhan, membangun toleransi dan harmoni antar-umat beragama berdasarkan kasih, aneka pemandangan dan interaksi sosial di pasar tradisional, sepotong surga kecil di ujung bumi dan membangun generasi masa depan yang berkualitas,” bebernya.
“Jadi buku yang saya tulis ini dengan mengangkat sebanyak sembilan bab, yang dimulai dari sejarah perjalanan menjadi Papua. Bagaimana generasi hari ini bisa mengetahui sejarah lahirnya Papua, sejarah peradaban tanah dan orang Papua sejak 1855 sampai dengan saat ini. Nah, dari situlah menginspirasi banyak hal yang harus kita sampaikan pada dunia,” sambung Dorince.
Selain itu, dikatakannya, bahwa dari bab pertama karyanya ini kemudian disusun berdasarkan kesan dan pandangan dari orang luar Papua terhadap Papua itu sendiri.
“Papua dikenal sebagai daerah konflik dan selalu berpikir yang negatif. Dari semua respon tadi kita semua bisa dengar, tetapi sesuatu negatif tidak harus terus-menerus kita berpikir dengan cara negatif. Namun bagaimana kita harus optimis untuk merubah Papua kepada hal yang positif atau benar. Oleh karena itu, saya mulai mengangkat tanah Papua dengan segala kekayaannya dan berbagai macam karakteristik budaya maupun manusianya dari tujuh wilayah adat, dengan segala kekayaan sumberdaya alamnya, baik yang di dalam tanah maupun di luar tanah Papua,” katanya.
Menurutnya, Budaya dan Sumber Daya Alam di Papua sangat kaya dan khas dengan segala potensinya. Dia pun berharap, kegiatan peluncuran buku tersebut dapat menjadi referensi untuk semua pihak bisa melihat guna membangun sebuah harapan yang baru bagi tanah Papua ke depan dan seluruh kekayaan alam Papua itu bisa dilihat untuk memanfaatkan guna kepentingan, kesejahteraan dan kemakmuran orang Papua.
“Terkait dengan event negara, ini juga memberikan inspirasi kepada saya agar bagaimana saya harus menulis buku atau bercerita di dalam buku ini lalu membagikan buku ini kepada semua orang yang datang ke Papua. Semoga buku ini akan mempromosikan tanah Papua ini kepada semua orang yang datang di atas tanah Papua ini,” harap Dorince Mehue.