Kerjasama Pemetaan Wilayah Adat

Berita Daerah Pertanahan

Wakil Menteri ATR/BPN RI, Surya Tjandra, Bupati Jayapura Mathius Awoitauw, Kakanwil ATR/BPN Papua, John Wiclif Aufa dan Kadis Kehutanan Papua, Jan Ormuseray saat tanda tangan perjanjian kerjasama pemetaan wilayah adat di Kabupaten Jayapura. Selasa 26 Januari 2021 di Kemtuk.

SENTANI, lpplrku.jayapurakab.go.id – Sebelum acara sosialisasi dan pelatihan bagi fasilitator kampung pemetaan wilayah adat di wilayah pembangunan tiga Kabupaten Jayapura, dilakukan penandatanganan perjanjian kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Jayapura dengan Kantor Wilayah Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Provinsi Papua, disaksikan langsung oleh Wakil Menteri ATR/BPN RI, Surya Tjandra dan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Jan Ormuseray di halaman Kantor Distrik Kemtuk, pada Selasa (26/1/2021) lalu.

Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw dalam sambutannya mengatakan: “sosialisasi dan pelatihan fasilitator kampung ini dilaksanakan dalam kerangka pemetaan wilayah adat di wilayah adat di wilayah pembangunan tiga Kabupaten Jayapura. Karena itu, kami menyampaikan terima kasih kepada semua kepala suku, tokoh-tokoh adat, masyarakat adat yang berkenan hadir dalam acara pembukaan sosialisasi dan pelatihan pada hari ini, Selasa 26 Januari 2021 di Kemtuk.

Sosialisasi dan pelatihan ini sangat penting untuk memberikan kepastian terhadap status kepemilikan lahan untuk kita bisa melakukan upaya-upaya pembangunan di atas tanah kita.

Kami juga menyampaikan terima kasih kepada semua Kepala Distrik dan pimpinan Organisasi Perangkat Daerah yang memberikan perhatian untuk mendorong supaya hak-hak dasar masyarakat adat di Papua ini, yang dimulai dari Kabupaten Jayapura, kita pastikan untuk kesejahteraan masyarakat adat.

Pemetaan wilayah adat di Kabupaten Jayapura, bukan baru mau dimulai sekarang, tetapi sudah dilakukan beberapa tahun lalu di beberapa wilayah adat. Sehingga, pemetaan yang akan dilakukan sekarang ini untuk menyempurnakan dan mengembangkan ke wilayah-wilayah adat lain yang ada di wilayah pembangunan tiga. Kita berharap, bisa selesai dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Pemetaan wilayah adat di wilayah pembangunan tiga, tidak terlalu sulit, dibanding pemetaan di wilayah adat Bhuyaka, Sentani. Karena di Sentani sudah sangat heterogen dari segi kepemilikan tanah maupun masalah sosial yang luar biasa rumitnya. Kalau kita keluar dari wilayah kota Sentani dan masuk ke wilayah Kemtuk, Namblong dan lainnya, itu persoalan batas-batas wilayah adatnya relatif sedikit.

Jadi kami berharap pemetaan wilayah adat ini bisa selesai cepat. Karena masyarakat butuh supaya wilayah adat ini bisa dipetakan dengan standar-standar pemerintah, standar-standar yang bisa dimengerti oleh orang lain. Soal batas wilayah adat, masyarakat sudah pasti tahu, sehingga tidak terlalu banyak masalah dalam pemetaannya nanti.

Karena itu, untuk memastikan status kepemilikan tanah adat di kampung-kampung, diawali dengan kegiatan sosialisasi dan pelatihan fasilitator kampung yang akan melakukan pemetaan wilayah adat.

Pemetaan wilayah adat ini sangat penting untuk masyarakat adat bisa mendokumentasikan secara tertulis. Sebab dokumentasi kepemilikan tanah adat yang dipegang masyarakat selama ini hanya lisan berdasarkan cerita-cerita dari orang-orang tua dan batas-batas alam.

Tetapi sekarang, dunia sudah berubah dan orang lain juga perlu mengetahui serta masyarakat adat juga perlu kerjasama, baik dengan pemerintah maupun dengan swasta. Maka kepastian-kepastian hukum ini dibutuhkan segera. Sehingga pada hari ini, Selasa 26 Januari 2021 dan seterusnya akan dilakukan kepastian-kepastian hukum melalui pemetaan wilayah adat di Kabupaten Jayapura.

Kebangkitan masyarakat adat di Kabupaten Jayapura sudah masuk ke tahun kedelapan, sejak deklarasi 24 Oktober 2013 sampai 24 Oktober 2021 nanti kita rayakan HUT kedelapan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Kabupaten Jayapura. Sejak deklarasi itu, masyarakat adat di Kabupaten Jayapura mulai berperan untuk kepastian-kepastian status kepemilikan wilayah adat, dan lain-lain.

Deklarasi Kebangkitan Masyarakat adat di Kabupaten Jayapura dilakukan untuk memberikan kepastian atas hak-hak dasar masyarakat adat agar bisa diakui dan dilindungi oleh negara dan bisa dikerjasamakan dengan pihak lain untuk kesejahteraan mereka.

Namun perjuangan untuk mewujudkannya tidak mudah. Sebab, ketika kita bicara mengenai adat di Papua, itu banyak pihak di luar sana yang selalu mencurigai dan khawatir yang luar biasa. Tetapi apa yang kita lakukan ini adalah murni sebagai bagian dari Hak Azasi Manusia yang sudah diakui di seluruh dunia.

Oleh karena itu, mari kita dorong dengan semangat supaya kita menepis semua kecurigaan dan anggapan orang bahwa orang Papua tidak bisa. Tetapi dengan adanya kepastian ini, saya yakin ke depan masyarakat adat akan bangkit menghadapi masa depannya yang lebih baik. Karena itu, langkah awal ini adalah terobosan besar untuk masa depan.

Kami berterima kasih kepada Kantor Wilayah Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Provinsi Papua bersama jajarannya yang sudah menyatu di dalam gerakan pemetaan wilayah adat di Kabupaten Jayapura. Karena di pemerintah yang bicara mengenai tanah, adalah BPN. Sehingga BPN Provinsi Papua akan ikutserta bersama masyarakat adat dalam kegiatan pemetaan wilayah adat di Kabupaten Jayapura selama beberapa waktu ke depan.

Mengingat ATR/BPN Provinsi Papua terlibat langsung dalam pemetaan wilayah adat di Kabupaten Jayapura, maka kita tidak buat lembaga khusus yang mengurus tanah antara masyarakat adat dengan BPN mewakili pemerintah. Tetapi kita menyatu dalam gerakan pemetaan wilayah adat. Karena tanahnya satu dan pemiliknya juga satu.

Oleh karena itu, bagaimana kita harus mengurai kekakuan-kekakuan ini antara pemerintah dengan masyarakat adat, karena pemerintah juga berasal dari masyarakat adat.

Saya pikir itu yang kita lakukan hari ini dan ini sejarah besar. Jadi bapa, ibu, jangan menganggap reme, bahwa ini hal yang biasa. Tidak! Ini hal yang luar biasa, yang kita kerjakan. Bahwa, kita bisa bekerjasama dengan siapapun dengan investasi, dengan perkebunan, dengan swasta-swasta dan pihak manapun itu langsung dengan pemilik hak ulayat. Itu rencana kita ke depan.

Dan Pemerintah Daerah akan memfasilitasi untuk bagaimana kita berbicara dan mengatur untuk pengelolaan-pengelolaannya. Karena itu, masyarakat adat tidak boleh jual tanah, dan masyarakat adat tidak boleh dipisahkan dari tanah dan hutannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *