SENTANI, lpplrku.jayapurakab.go.id – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jayapura sudah menyurat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua dan Pemerintah Pusat untuk membantu menyelesaikan terkait lahan yang dipakai untuk membangun jalan alternatif Telaga Ria menuju Yabaso.
Menyurat Pemprov Papua dan Pemerintah Pusat, adalah untuk membahas penyelesaian tuntutan masyarakat adat Kampung Ifar Besar atas lahan yang dibangun jalan alternatif, Kampung Nendali, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, sepanjang 8 kilometer.
Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw, SE., M.Si, usai menemui masyarakat adat Kampung Ifar Besar, di lokasi pembangunan jalan alternatif, di Kampung Nendali, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Jumat (3/9/2021) sore.
Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw, SE., M.Si, mengatakan masyarakat adat ada sedikit lakukan pemalangan di lokasi ini, mungkin mereka perlu informasi dan penjelasan langsung. Karena selama ini mungkin ada komunikasi-komunikasi yang belum tepat.
“Oleh karena itu, saya bilang nanti saya turun langsung ke lokasi dan kumpul di lokasi jalan alternatif itu, baru kita jelaskan ke masyarakat adat. Tadi saya sudah jelaskan, bahwa memang perhitungan oleh appraisal ini dari Telaga Ria sampai Yabaso itu ada 8 kilometer. Mungkin ini agak sedikit kecil ya. Ini lebih panjang dari Netar ke Telaga Ria, tapi totalnya sekitar itu,” katanya kepada wartawan, usai melakukan pertemuan dengan masyarakat adat Kampung Ifar Besar.
Karena itu, Mathius mengatakan, pihak appraisal hitung lebih dari 1 juta per meter persegi. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak sanggup untuk membayar seperti itu.
“Sehingga kami dari pemerintah daerah sudah menyurat ke pak Gubernur untuk bisa membantu, kemudian kami juga sudah menyurat kepada pak Presiden untuk membantu menyelesaikan persoalan ini, kalau Pemerintah Provinsi tidak bisa membantu dalam waktu secepatnya. Sebenarnya jalur jalan ini dari awal waktu saya survei pertama, untuk membuka jalur ini dekat dengan danau, kemudian masyarakat bisa hidup dari pariwisata,” katanya.
“Kawasan ini tidak boleh di jual, masyarakat bisa memiliki serta kita akan membantu pengurusan sertifikat dan lainnya. Supaya ini benar-benar dikuasai oleh masyarakat adat setempat dan tidak boleh pindah tangan. Karena ini ada di dalam kota, juga tempat ini sangat menarik. Oleh karena itu, sektor pariwisata ini bisa dikembangkan oleh masyarakat dan bisnis-bisnis lain yang biasa di sini,” tambah Bupati Jayapura dua periode tersebut.
Ia pun menyampaikan, jalan ini harus di duduki dan di kuasai oleh masyarakat, karena jalan raya bukan masyarakat lokal lagi. “Karena masyarakat kita sudah terpinggirkan begitu, jadi ini sebenarnya untuk hal-hal itu. Ada perkampungan, juga ada masyarakat asli dalam kota. Itukah rencana awal untuk membangun jalan tersebut. Nah, kebetulan dengan adanya PON, ya kita teruskan lagi sampai ke Telaga Ria, sekaligus juga kita bangun dermaga di sini untuk mengurai kalau terjadi kemacetan lalu lintas lagi,” paparnya.
Sementara pembukaan dan penutupan PON itu, kata Mathius, akan menjadi jalur transportasi yang kesibukannya sangat tinggi. “Oleh karena itu, kami juga sedang bangun dermaga apung di sini untuk mengurai, apalagi dua kapal dari pusat sudah datang, kami juga sudah punya kapal sendiri. Sehingga ada tiga kapal untuk membantu mengurai kalau terjadi penumpukan-penumpukan penumpang di sekitar sini. Kemudian dari Yoka ke Khalkote, juga dari sini ke Khalkote,” katanya.
“Jadi itu semua untuk mengurai kemacetan sambil pariwisata di tengah kota. Saya pikir itu sangat membantu, karena event ini sangat besar. Hanya memang Pemerintah Daerah tidak sanggup menyelesaikan ini, karena adanya pandemi Covid-19 yaitu, kita lakukan perubahan-perubahan anggaran dan sebagainya untuk mengatasi itu. Tetapi, yakinlah selama pemerintah belum membayar tanah sepanjang ini masih milik masyarakat adat, asalkan tidak di pindah tangankan kemanapun. Meskipun, jalan ini pemerintah sudah bangun,”
“Jika masyarakat adat tidak mau jual, oke pemerintah bisa hibahkan jalan ini ke masyarakat. Tetapi pemerintah akan menyelesaikan, agar jalan ini untuk kedepannya itu aman untuk kepentingan masyarakat yang ada di sini,” tukas Ketua Umum Sub PB PON XX Klaster Kabupaten Jayapura tersebut.
Sementara itu, mewakili masyarakat adat Kampung Ifar Besar, Fis Yoku mengaku menerima hasil keputusan dalam pertemuan tersebut. Karena pihak masyarakat adat tidak bisa memaksa pemerintah.
“Sikap dari warga Kampung Ifar Besar ini, kami tetap melakukan pemalangan. Karena tadi bapa Bupati sendiri juga sudah sampaikan, bahwa lokasi jalan ini masih berstatus adat atau tanah masih berstatus adat sebelum dibayar pemerintah. Jadi masalah pemalangan tetap kami lakukan sampai ada jawaban pasti kapan realisasinya, baru itu kita bisa buka palang,” tegas Fis Yoku di akhir wawancaranya.